Apakah ada sebuah kisah yang
pernah kita lupakan? Jika ya, maukah engkau menceritakannya untukku? Untuk
sebuah harapan yang memang sudah jadi kenangan. Aku ingin mendengarnya darimu,
sebuah kisah romantis tentang hujan.
Hari sudah beranjak malam, hujan masih
turun deras, tetas-tetesnya terus membias setiap cahaya yang mengenainya,
daun-daun gugur memenuhi jalanan dan aku masih menatapi tetes demi tetes air
hujan yang bening itu.
Ada orang pernah berkata, jika
engkau sedih menangislah ditengah hujan maka tidak akan ada orang yang tau
engkau sedang menangis. Ah, ide yang bagus. Lalu berkali-kali aku mencoba
menangis saat hujan, tetapi lama kelamaan aku sadar yang sedih bukan pikiranku
dan sebenarnya bukan kesedihanlah yang kualami tetapi sebuah perasaan kesepian.
“Lelaki yang menangis itu terlalu
sentimentil, aku tidak yakin seorang lelaki pernah menangis karena kesepian.”
Kau memberi
komentar disebuah tulisanku yang kuposting di sebuah jejaring sosial dua tahun
lalu.
“Tetapi kau
menyukai lelaki yang sentimentilkan?”
Engkau hanya
membalasnya dengan sebuah senyum.
Sejak saat itu
aku sering menulis tentang hujan dan kau juga mengikuti setiap tulisanku, dan
kau selalu memberikan tanda senyum disetiap tulisanku. Aku tau, ada
ketertarikan dalam diriku, bukankah kebiasaan burukku jika aku sering membaca
profilmu? Tidak ada postingan disana, tidak ada bukti kau menyukai karya sastra
atau cerita dan satu yang hampir tidak bisa kuterima, akunmu seakan-akan tidak
pernah dibuka setahun lamanya.
Lalu pernah
sekali aku ingin bertemu denganmu, saat itu kutulis sebuah cerita tentang
partemuan. Tetapi kau tahu? Bagiku sebuah pertemuan adalah sebuah tantangan
gila untuk kehidupan sehingga karena kuanggap pertemuan itu tantangan dan aku
adalah seorang yang benci tantangan maka kuputuskan untuk tidak menemuimu.
Kuakui dalam sesalku aku sering mengutuki kepribadianku ini dan aku juga
mengutuki diruku yang tidak berani menemuimu karena sejak itu tidak pernah ada
lagi kabar darimu bahkan tidak pernah mengacuhkan tulisanku.
Kadang aku
berpikir masa bodoh untuk hal itu, kadang juga aku berpikir untuk tidak
mengacuhkannya, tetapi setiap aku membaca tetang tulisanku sejak pernah
mengenalmu, rasanya sesal itu mengena juga dihatiku bahkan aku mencoba
mengunjung profil jejaring sosialmu tetapi kutahu itu semua tidak berarti dan
sia-sia.
Seminggu lalu
kucoba untuk mengirimkan sebuah pesan yang menangakan kabar, tetapi tidak ada
pertanda kau membuka akun jejaring sosialmu hingga suatu hari aku membaca
sebuah balasan yang berisi senyum, senyum, itu saja.
Kau tahu,
kadang engkau harus memahami apa itu makna rindu, rindu pada orang yang aku
sendiri tidak mengenalnya, rindu pada seorang teman yang senang bercerita
meskipun aku tidak pernah mengenal siapa dia bahkan rindu kepada waktu yang
selalu berlalu.
Bodoh bukan?
Itu adalah
rindu terbodoh yang pernah kualami, memandangi jendela chat berharap seseorang
yang kuharap segera online lalu aku akan menyapanya dengan ucapan hai, selamat
malam lalu cerita akan mengalir dengan gampangnya dan satu yang kuherankan
adalah aku selalu mempercainya dalam segala hal termasuk masalah pribadiku dan
yang lucunya juga selalu ditanggapi.
Heh, jika punya
wakt lagi aku akan melanjutkan cerita ini.
Kuharap aku
bukanlah orang bodoh yang selalu banyak kepada waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar