Rabu, 21 Februari 2018

Kita, Cinta dan Peluang yang Kita Coba Hitung

Kita, Cinta dan Peluang yang Kita Coba Hitung

Ada hal yang membuat saya mencoba memahami untuk tidak bergantung lagi kepada yang namanya fiksi. Kita ternyata adalah manusia yang hidup dalam sebuah Fenomena yang sebenarnya 'tidak' acak, lahir sebagai bayi dan hidup dalam siklus perkembangan manusia seperti yang kita pelajari saat sekolah Dasar. Siklusnya sederhana dan pasti terjadi kepada siapapun orangnya, itulah kita.
Dalam menjalani siklus itulah sebenarnya kita mengalami Fenomena yang acak, setiap dari kita menjalani dengan versinya masing-masing, dengan pengalaman dan caranya.
Salah satu yang paling menarik dalam fenomena acak itu adalah Cinta. Sebuah perasaan yang tampaknya ilmiah, bisa terukur, berkembang atau bahkan bisa menyusut dari waktu kewaktu. Polanya bisa ditebak dan kejadiannyapun bisa berulang, kepada objek yang sama maupun Objek yang berbeda.
Sebuah kejadian yang bisa kita jadikan sample adalah saat saya jatuh cinta pada si A, maka pola dan tingkah acak saya bisa dianalisis untuk hal tersebut, seberapa besar perubahan saya dan perbuatan saya yang mencerminkan kemungkinan tersebut.
Satu hal yang sebenarnya berlaku mutlak adalah bahwa setiap objek dalam peluang itu mempunyai kehendak bebas, yang artinya apapun kemungkinan yang terjadi pasti bebas dan peluang yang terjadi itupun bebas.
Tetapi ada yang namanya frekuensi harapan.

Misalkan, saat saya menyukai seseorang, saya ingin mengetahui seberapa mungkinkah dia juga menyukai saya, saya bisa mempelajarinya dari seberapa sering dia menanggapi Chatingan, surat atau apapun tentang saya, dalam hal ini, saya tidak boleh abai dengan yang namanya kehendak bebas dia untuk membalas menyukai atau mengabaikan saya, saya juga tidak boleh abai terhadap kejadian lain yang mempengaruhi dia sebagai Objek, karena mungkin saja ada yang menarik baginya, mantannya, pilihan orang tua, karir, atau apapun itu. Semuanya itu tentu akan mempengaruhi.
Tetapi, jika kita lihat teori peluang, maka teori frekuensi harapan berlaku untuk hal ini, dimana jika kejadian yang sama dilakukan berulang-ulang dengan frekuensi yang tinggi, akan ada titik jenuhnya juga, dan mungkin peluang yang saya miliki juga bertambah, entah itu bertambah bagus ataupun bertambah buruk, akupun tidak tau 😅
Tapi aku masih berharap peluang itu...

21022018

Rabu, 14 Februari 2018

Cara Terbaik untuk Lupa

Dari sekian pertanyaan yang diajukan padaku, beberapa membuatku bingung.
"Nal, apa cara terbaik untuk lupa?"
Aku merenung dan diam sejenak merenungkan pertanyaan yang diberikannya, benarkah dia ingin melupakan sesuatu?
Aku ingat juga, pernah suatu waktu saya sangat ingin melupakan suatu hal, tidak ingin mengingat hal sekecil apapun tentang itu.
Apa saja?
Kesalahan Fatal yang tidak bisa diperbaiki, moment yang tidak kumanfaatkan dengan baik dan kejadian-kejadian lain yang semuanya tidak lagi ingin kuingat, tapi kadang melintas begitu saja.
Aku memang tidak menanyakan kepada kawan tersebut mengapa dia menanyakan cara terbaik untuk melupakan, karena diam-diam aku juga sedang mencoba melupakan seseorang 😢
Hehehe, jadi sedikit sentimentil.
Jadi aku mencoba dulu caranya dengan menerapkannya pada diriku sendiri, menghapus nomor dan semua perteman disosmed dan menahan diri untuk tidak mengeceknya.
Menghubungi kawan-kawan dan mencoba lebih dekat dengan seseorang, meningkatkan komunikasi yang intens dengan seseorang yang baru.
Tapi kadang semuanya amburadul ketika dia menyapa lagi, benteng yang dibangun itu luluh begitu saja, hahaha
Jadi?
Ya, intinya semua harus berjalan datar.
Cobalah untuk menata hidup untuk lebih teratur, meningkatkan intensitas kesibukan, belajar hal-hal baru, membaca, menonton film, hang out dengan kawan-kawan dan mencoba membuka komunikasi dengan orang orang baru.
Lho, emang bisa Nal??
Ya bisalah
Kadang kita tidak bisa lupa dari suatu hal atau dari seseorang adalah karena kita sedang terfokus kepada hal tersebut sehingga banyak hal yang terblur.
Cobalah habiskan waktumu dengan hal-hal positif, membaca, belajar menulis atau apapun itu yang menyita banyak waktu dan pikiran, yakinlah secara perlahan kau akan paham manfaat yang kukatakan ini.
Lalu perlahan-lahan dan pasti dekatilah seseorang lagi yang bisa  membuatmu jatuh hati 😎
Hehehe

Jumat, 09 Februari 2018

Sepasang Teori

Sepasang Teori

Dari semua kemungkinan yang kita punya, antara sajak hingga peluang-peluang yang pernah tercipta, kita memperoleh defenisi bahwa memang sebenarnya kita berbeda.
Sebuah pagi yang sederhana dipinggiran Danau Toba, kita duduk berdua mengulas tentang satu masa yang kini hanya jadi cerita, kita banyak mengumbar percakapan hampa bahkan sampai pada retorika, atau juga suatu ketika, dalam untaian nada Musik Klasik disuatu Taman Budaya di Kota kita, kita berdebat sampai suara kita tidak lagi bermakna.
Dari sekian kemungkinan-kemunkinan itu dapatkah aku mendefenisikan bahwa kini semua berbeda?
Kita pernah bersama, dalam sebuah teori yang dibuat oleh penulis cerita, menjadi sepasang kekasih dalam alur yang mengalir romantis.
Kita pernah menjalani kehidupan biasa, jadi sepasang remaja yang malu-malu saat berjumpa mata, mengirim surat cinta yang dititip melalui teman sebaya atau merindukan waktu untuk berjumpa ketika pulang sekolah untuk bisa bersama.
Dalam defenisi remaja, kita sempurna, sepasang kekasih yang melengkapi Matematika dan Fisika sampai akhirnga aku menyimpang pada sebuah teori yang berbeda dan bergelut dengan kata-kata.
Jika seandainya waktu itu kau tidak berkata semua ada polanya, mungkin aku tidak akan memilih untuk membuat alur yang rancu hingga percakapan tanpa makna antara kita ditepi danau yang selalu buatku galau.
Kita lalu bertumbuh jadi dewasa dengan pemikiran kita masing-masing, dengan latar hidup dan cerita yang tercipta antara kita selalu berbeda.
Sering aku berharap, ada jalan searah untuk bisa bersama melangkah.
Tapi kau terperangkap dalam teorema-teorema yang membentuk sebuah pola dalam angka, sedangkan aku terperangkap dalam kata, sebuah pejara sastra yang tidak menghendaki arti sebuah kemungkinan.
Ya, dari situlah aku paham kita berbeda.
Hingga suatu waktu, kita bertemu dalam sebuah cerita yang kususun dalam catatanku. Berlatar kota M dengan stasiun tua.
Aku tau, kau akan menghitung seberapa besar kemungkinan cerita ini terjadi, tapi aku tidak perduli, karena dengan imajinasi, apapun bisa terjadi.
Kita terperangkap hujan sambil menunggu kereta terakhir menuju kota S dan perlahan kau menyapa,
"Menunggu juga?"
"Ya.." Jawabku.
"Ke Kota yang sama?"
"Ya.."
"Dan kita ada dalam sebuah cerita?"
"Ya.."
Kau mulai gelisah kala itu, menyadari bahwa eksiatensi kita dalam sebuah cerita disebuah stasiun kereta tua.
Sedangkan aku tersenyum, karena berpikir bahwa bisa mengalahkan kebenaran angka.
Perlahan, jam berdentang distasiun ifu dan kau mulai gelisah menatap jam tanganmu. Aku paham, kau ingin sekali mengakhiri  jalan cerita ini.
"Biasanya kalau kereta datang selama ini, ada dua kemungkinan.." katamu perlahan tanpa menatapku.
"Apa?"
"Tidak ada penumpang menuju kota S atau sedang rusak.."
"Lalu?"
"Kita pulang dan alur ceritamu selesai.."
Dan benar saja, jam kembali berdentang dan kereta tidak juga sampai hingga kita terpisah dan menuntun jalan masing masing.
Dan berikutnya adalah tentang berapa besar kemungkinan kiga bisa bertemu lagi?
Aku tidak bisa mendefenisikannya karena memang kata yang kita tulis dan ucapkan itu adalah rasa dan tingkah serta sikap kita adalah sebuah pola yang punya makna sendiri.
Dari beragam cerita yang pernah ada, ternyata menuju sebuah arah yang tidak tertera dalam kompas.
Diujung sana, kulihat mereka yang adalah pecinta angka dan fisika, yang mengabadikan hidup untuk rumitnya matematika, bersatu dengan mereka yang lebih banyak menghayal dang menghabiskan waktu dengan buku-buku tebal diperpustakaan, latarnya adalah sebuah sebuah keberagaman tanpa defenisi dengan hiburan musik klasik yang kita dengarkan tempo hari.
Aku terus melangkah, mengikuti aeah yang menuntun imajinasiku dan dari sarah berlainan, aku juga melihatku, megumlulkan peluang yang nilainya hampir jadi satu, dan kita terus bergerak menuju sebuah ilusi lalu melebur dalam suafu kisah tanpa dimensi.

Mencoba Seimbang

Membaca opini, komentar dan kritik yang beredar akhir-akhir ini kadang membuatku ingin menulis banyak hal. Sudah hampir tiga tahun saya tidak menyukai politik dan berita-berita yang simpang siur dan bergantung pada kepentingan, lebih menyenangi catatan dan cerpen-cerpen melankolis.
Sebenarnya mencoba menyeimbangkan apa yang saya baca dan dengarkan, memahami dari setiap sisi opini dan kritik yang dilontarkan. Terlalu banyak yang dilihat dari satu sisi membuat sisi lain terabaikan, terlalu banyak menyajikan pembenaran hanya akan membiaskan kebenaran. Lalu dimana posisi kita yang seharusnya menyatakan "Ya" kalau "Ya" dan "Tidak" kalau "Tidak"?
Saya sadar, terakhir ini kita melakukan sesuatu pasti karena ditunggangi sesuatu yang bernama kepentingan.
Kita berbuat baik agar terlihat bagus, kita pergi kesuatu tempat agar terlihat begini, kita melakukan ini agar begini, memang benarlah kalimat yang berkata bahwa kita adalah orang yang butuh pengakuan.
Kita sebenarnya adalah sesuatu yang istimewa, punya hati nurani dan pemikiran, yang jika berjalan seimbang tentu akan mencapai sebuah kesempurnaan.
Tapi sampai dimana keseimbangan itu?
Cara pandang seringkali kita gunakan hanya dari satu sudut saja, kita berbicara dengan bebas dan sesuka hati saja dari sudut pandang kita.
Melakukan sesuatu untuk popularitas atau untuk menguntungkan diri sendiri juga orang-orang yang punya kepentingan.
Lalu apa sebenarnya tujuan itu?
Saya kurang paham, tapi biarlah saya mencatatkan sedikit tentang apa yang saya lakukan :
Saya menghabiskan pagi saya dengan membaca koran, membaca opini dan juga berita secara sekilas, kadang saya menyempatkan diri membaca wikipedia untuk pengetahuan umum, juga menonton film-film tertentu, sesekali membaca update tentang science, membaca profil orang, tempat dan perusahaan tertentu, menonton Sitkom, juga sering membaca cerpen dan novel-novel romantis. Sesekali menelepon kawan untuk berbagi. Kadang saya berbincang-bincang dengan orang-oranv disekitar, topik ringan dan jika menjurus kearah politik, ras, agama biasanya saya lebih memilih untuk msnghindar dan tidak melanjutkan atau tidak menanggapi pembicaraan.
Mengapa saya melakukan itu?
Saya rasa, itulah yang bisa saya lakukan, apabila ada pemikiran yang ingin disampaikan, saya lebih senang memcatatkannya dan membagikannya diblog atau sosial media.
Saya sadar hidup saya masih jauh dari seimbang, tetapi saya bisa mencoba seimbang.
Tidak sedang apatis untuk menanggapi tentang apa yang sedang terjadi, tetapi mencoba untuk memberitau bahwa kita ada disini adalah untuk bermanfaat bagi yang lainnya.
Memberi opini dan kritik harus membangun dan memandang dari semua sisi, bukan karenan ditunggangi kepentingan.
Berpendapat itu bagus, tetapi harus berdasarkan fakta dan punya solusi.
Ohya, satu lagi : mengapa saya menulis ini?
Mungkin karena saya sedang mencoba memahami apa yang sedang terjadi!

Arah Dairi Kedepannya

                                                     Arah Kabupaten Dairi Kedepannya Sebagai penduduk Kabupaten Dairi yang sedang merantau, ...