Jumat, 09 Februari 2018

Sepasang Teori

Sepasang Teori

Dari semua kemungkinan yang kita punya, antara sajak hingga peluang-peluang yang pernah tercipta, kita memperoleh defenisi bahwa memang sebenarnya kita berbeda.
Sebuah pagi yang sederhana dipinggiran Danau Toba, kita duduk berdua mengulas tentang satu masa yang kini hanya jadi cerita, kita banyak mengumbar percakapan hampa bahkan sampai pada retorika, atau juga suatu ketika, dalam untaian nada Musik Klasik disuatu Taman Budaya di Kota kita, kita berdebat sampai suara kita tidak lagi bermakna.
Dari sekian kemungkinan-kemunkinan itu dapatkah aku mendefenisikan bahwa kini semua berbeda?
Kita pernah bersama, dalam sebuah teori yang dibuat oleh penulis cerita, menjadi sepasang kekasih dalam alur yang mengalir romantis.
Kita pernah menjalani kehidupan biasa, jadi sepasang remaja yang malu-malu saat berjumpa mata, mengirim surat cinta yang dititip melalui teman sebaya atau merindukan waktu untuk berjumpa ketika pulang sekolah untuk bisa bersama.
Dalam defenisi remaja, kita sempurna, sepasang kekasih yang melengkapi Matematika dan Fisika sampai akhirnga aku menyimpang pada sebuah teori yang berbeda dan bergelut dengan kata-kata.
Jika seandainya waktu itu kau tidak berkata semua ada polanya, mungkin aku tidak akan memilih untuk membuat alur yang rancu hingga percakapan tanpa makna antara kita ditepi danau yang selalu buatku galau.
Kita lalu bertumbuh jadi dewasa dengan pemikiran kita masing-masing, dengan latar hidup dan cerita yang tercipta antara kita selalu berbeda.
Sering aku berharap, ada jalan searah untuk bisa bersama melangkah.
Tapi kau terperangkap dalam teorema-teorema yang membentuk sebuah pola dalam angka, sedangkan aku terperangkap dalam kata, sebuah pejara sastra yang tidak menghendaki arti sebuah kemungkinan.
Ya, dari situlah aku paham kita berbeda.
Hingga suatu waktu, kita bertemu dalam sebuah cerita yang kususun dalam catatanku. Berlatar kota M dengan stasiun tua.
Aku tau, kau akan menghitung seberapa besar kemungkinan cerita ini terjadi, tapi aku tidak perduli, karena dengan imajinasi, apapun bisa terjadi.
Kita terperangkap hujan sambil menunggu kereta terakhir menuju kota S dan perlahan kau menyapa,
"Menunggu juga?"
"Ya.." Jawabku.
"Ke Kota yang sama?"
"Ya.."
"Dan kita ada dalam sebuah cerita?"
"Ya.."
Kau mulai gelisah kala itu, menyadari bahwa eksiatensi kita dalam sebuah cerita disebuah stasiun kereta tua.
Sedangkan aku tersenyum, karena berpikir bahwa bisa mengalahkan kebenaran angka.
Perlahan, jam berdentang distasiun ifu dan kau mulai gelisah menatap jam tanganmu. Aku paham, kau ingin sekali mengakhiri  jalan cerita ini.
"Biasanya kalau kereta datang selama ini, ada dua kemungkinan.." katamu perlahan tanpa menatapku.
"Apa?"
"Tidak ada penumpang menuju kota S atau sedang rusak.."
"Lalu?"
"Kita pulang dan alur ceritamu selesai.."
Dan benar saja, jam kembali berdentang dan kereta tidak juga sampai hingga kita terpisah dan menuntun jalan masing masing.
Dan berikutnya adalah tentang berapa besar kemungkinan kiga bisa bertemu lagi?
Aku tidak bisa mendefenisikannya karena memang kata yang kita tulis dan ucapkan itu adalah rasa dan tingkah serta sikap kita adalah sebuah pola yang punya makna sendiri.
Dari beragam cerita yang pernah ada, ternyata menuju sebuah arah yang tidak tertera dalam kompas.
Diujung sana, kulihat mereka yang adalah pecinta angka dan fisika, yang mengabadikan hidup untuk rumitnya matematika, bersatu dengan mereka yang lebih banyak menghayal dang menghabiskan waktu dengan buku-buku tebal diperpustakaan, latarnya adalah sebuah sebuah keberagaman tanpa defenisi dengan hiburan musik klasik yang kita dengarkan tempo hari.
Aku terus melangkah, mengikuti aeah yang menuntun imajinasiku dan dari sarah berlainan, aku juga melihatku, megumlulkan peluang yang nilainya hampir jadi satu, dan kita terus bergerak menuju sebuah ilusi lalu melebur dalam suafu kisah tanpa dimensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arah Dairi Kedepannya

                                                     Arah Kabupaten Dairi Kedepannya Sebagai penduduk Kabupaten Dairi yang sedang merantau, ...