Rabu, 26 November 2014

NOVELOG

 Setidaknya ada sebuah kisah yang kutuliskan dari sebuah perjalanan dari suatu saat, dari suatu tempat, dari sebuah pembicaraan dan sebuah pertemuan. 
Mungkin ini tidaklah seperti kisah yang kau bayangkan, seperti novel-novel romantis kebanyakan. Perjalanan romantis dalam kereta malam atau pertemuan pada sebuah taman diwaktu senja ataupun kisah-kisahlain yang lebih romantis. 
"Romantis itu hanya sedikit dialognya dan sisanya adalah sikap dan pembuktian." Ucapmu menegaskan. 
Aku tersenyum pahit, mungkin lebih pahit dari kopi hitam tanpa gula yang sedang kunikmati saat ini, kopi yang sengaja kupesan untuk dapat duduk lama di cafe ini, merenungkan ucapanmu sambil menikmati lalu lalang pasangan-pasangan yang berusaha saling romantis itu. 
Aku tahu, mungkin kau berharap begitu. Tetapi bukankah semua itu masalah hati dan kondisi kantong ini? 
Aku mungkin tidak perlu bertanya kepada mereka, kepada lelaki yang berusaha menjadi romantis seperti dalam cerita-cerita novel yang kita baca. Tidak perlu juga aku menjelaskan padamu bagaimana rasanya jadi mereka, bukankah engkau adalah wanita yang (harapanku) tidak ingin pernah jadi seorang pria? 
Aku menyesap kopiku, kulihat jam di ponselku. Sudah agak sore dan hampir satu jam aku menghabiskan waktu disini dan aku kembali membaca novel yang kau berikan kepadaku awal kita bertemu dulu. 
"Tokoh prianya sangat romantis, aku yakin penulisnya juga romantis. Apa iya, seorang penulis itu juga romantis?" 
Hmm.. 
Aku tidak tahu bagaimana kau menyatakan itu, aku juga tidak tahu apakah nanti kau dapat kubodohi dengan tulisan-tulisan senja nan jingga konyol itu kau akan jatuh cinta padaku. Dengan ucapan-ucapan rangkaian kata berbait-bait dan indah kau bisa setia, dengan ucapan-ucapan selamat malam dan perbuatan tokoh pria dalam novel kau akan selalu ada? 
Aku jadi teringat sebuah buku yang pernah kubaca, ya, sebuah percintaan yang tidak pernah terucap apakah mereka saling mencintai. Tetapi tahukah kau? Ceritanya sungguh menarik dan karena itulah aku tidak akan memberitahukanmu apa judulnya dan siapa penulisnya sebab bukankah kau akan selalu menuntutku berperilaku seperti tokoh dalam novel itu? 
Aku masih ingat, saat pertama kali kau membaca novel terjemahan The Wednesday Letter, bukankah kau langsung mengajakku bertemu dan bercerita banyak tentang tokoh pria yang selalu menulis surat kepada istrinya setiap hari rabu saat mereka bersama ataupun sedang berpisah dan kau juga menuntutku melakukan hal yang serupa? 
Bagaimana mungkin aku bisa memerankan beberapa tokoh novel dalam satu kepribadian yang nyata? Hidup ini bukanlah sebuah buku, dan cinta kita bukanlah cinta dalam gelas. Gelas telah berisi kopi, kopi pahit yang kupesan sejam lalu, lalu kunikmati sambil membaca buku dan merenungi semua tentangmu. 
Apakah kau benar-benar seorang gadis yang menjadi pasangan pria romantis yang pernah kita baca itu, apakah kau sanggup menjalaninya sebagai seorang wanita yang selalu setia menunggu, yang menikmati setiap tulisan-tulisanku meskipun aku tidak pernah menganggapmu, yang selalu menyimpan kenangan tentangku, mengenanga setiap perjumpaan baik yang sengaja ataupun tidak sengaja? 
Ah, mungkin itu hayalah sebuah kisah dalam tulisan sebab hidup ini adalah kenyataan dan kenyataan itu sendiri pahit seperti kopi yang kunikmati ini. Tetapi meskipun pahit aku harus menikmatinya sampai habis sebagaimana aku menghabiskan kopi pahit ini, sebab mubazir aku menyia-nyiakannya karena harganya yang mahal, semahal novel-novel bestseller itu, semahal sebuah kisah rekaan yang selalu kau idamkan.

Arah Dairi Kedepannya

                                                     Arah Kabupaten Dairi Kedepannya Sebagai penduduk Kabupaten Dairi yang sedang merantau, ...