Kamis, 19 April 2018

Tentang Gadis Fiksi

Tentang Gadis Fiksi itu

Aku menemukan dia, di halaman pertama Novel kesukaanku, seorang Gadis Manis yang cerdas, senang membaca dan saat tersenyum sebuah lesung pipi terbentuk diwajahnya.
Dari sekian Gadis yang kukenal, dia adalah orang dengan tatapan penuh semangat, berambisi meskipun kadng melankolis dengan teori-teori dari buku yang dibacanya. Kami bisa saja berdebat dengan hebat tentang apa saja, bahkan tentang latar cerpenku di Heaton Park,  Wakayama atau Kota M yg sangat abstrak. Juga jalan ceritaku yg katanya sentimental dan lebay, meskipun kadang sedikit romantis.
Kadang aku merasa bahwa benar, dia Ada dalam fiksi dan argumennya adalah imajinasiku.
Seperti misalnya disuatu sore, disuatu taman pinggiran Sungai M, aku akan menemui seorang Gadis, datang tepat waktu dan mengamati sekeliling, perlahan senja mulai turun nun jauh, dimuara Sungai M dan cahaya mulai terpendar membentuk gradasi sehingga semua yang membelakangi matahari membentuk siluet. Perlahan sebuah bayangan sempurna bergerak mendekatiku, duduk dan berkata, "Sudah lama?"
"Masih baru saja.."
Dan andai waktu juga adalah fiksi, mungkin aku akan memainkan alur mundur untuk mengulang sebuah moment.
"Kamu menunggu bukan?" Tanyanya tanpa basa basi, dan aku tahu, hanya Gadis cerdaslah yang tidak mau berbasa-basi.
"Ya, menunggumu untuk menghitung kemungkinan.."
"Hahaha, defenisi yang abstrak, kamu hanya akan merangkai cerita dari semua waktu yang kami habiskan untuk menunggu, bukan cerita aneh saat seorang penulis jatuh hati kepada aeorng Gadis cantik dan cerdas, lalu menulis surat dan cerpen untuknya, hingga suatu hari nanti Gadis itu menemukan kekasihnya dan menikah. Cerita Basi Dan klasik.."
"Kamu tahu, lalu mengapa kamu bertanya?"
"Karena aku ada dalam imajinasimu, aku fiksi yang berkali-kali kau ganti nama dengan sesuka hati berdasarkan defenisimu sendiri, kadang aku kau beri nama Liana, S di T, juga nama seorang Gadis yang dulu sempat kau sukai. Jadi aku pasti tau semua Karena aku Ada dalam ceritamu.."
"Ah, sok tahu.."
"Bukan sok tahu, tapi memang tahu, karena dalam ceritamu kau membuatku jadi seorang Gadis yang cerdas, menyuki sastra, filsafat dan tentu senang membaca Wikipedia.."
"Ya, aku Tau itu, tetapi sebagai tokoh fiksi bukaknkah kamu tidak berhak untuk mencampuri urusan pribadi penulismu?"
"Urusan pribadi? Urusan pribadi atau urusan sentimental yang seringkali adalah luapan perasaan karena galau?"
"Ah, terserahlah, tapi kamu tau mengapa aku mengajakmu kesini setelah sekian lama aku tidak menulis?"
"Ya, paling tidak kamu sedang galau lagi.."
"Hahaha, kamu memang tahu apa yang kupikirkan.."
"Lalu?"
"Aku ingin latar yang sederhana untuk sebuah cerita, aku ingin menyelesaikan sebuah cerita setelah sekian lama tidak menulis.."
"Menulis tentang patah hati lagi? Tentang Gadis yang kepadanya kau tidak berani mengutarakan isi hatimu lalu cerpenmu jadi cerpen galau dengan ending yang kacau balau?"
" Tentu bukan, aku ingin ending yang keren dengan latar  Jalan Komano Kodo yang dibingkai dengan sekelumit kenangan.."
" Baru dapat Dari Wikipedia ya latarnya itu?"
"Ya, sebuah jalan tua di Wakayama yang Masuk situs warisan Budaya UNESCO.."
"Sebagus apasih?"
"Kamu ingin Tau?"
"Tentu.."
"Kau mau menemaniku?"
Dan tanpa menjawab kami menelusuri laman web wikipedia, meskipun tidak Ada hujan gerimis, musim semi, salju, angin sepoi-sepoi, atau daun-daun yang berguguran, aku tahu semuanya ternyata hanya fiksi.
Dan sore itu, di Wakayama, aku semakin yakin, bahwa fiksi itu ternyata Indah juga 😀

Arah Dairi Kedepannya

                                                     Arah Kabupaten Dairi Kedepannya Sebagai penduduk Kabupaten Dairi yang sedang merantau, ...