Minggu, 23 Oktober 2016

Percakapan di tepi sungai

"Katanya ada Hutan empat musim di kota ini.." katanya padaku sore itu ketika kami duduk dipinggiran sebuah sungai. Nun jauh disana, dihilir sungai perlahan-lahan matahari mulai tarbenam.
"Bukan hutan empat musim.." jawabku sambil asik memperhatikan ikan-ikan yg berenang bebas di sungai itu. "Hanya hutan dalam imajinasi seorang penulis.."
"Penulis yang tinggal entah dimana dan imajinasinya entah dimana itu bukan?"
"Ya, bisa jadi.."
"Penulis yg tidak punya nyali dan hanya berani mencintai dalam fiksi itu?"
"Mungkin..."
"Tapi aku suka penulis seperti itu.." ucapnya sambil memandang jauh kehilir sungai, seraya berpikir. Rambutnya terurai dihembus angin, bayangannya membentuk siluet sempurna.
"Suka karena terpaksa bukan?"
"Keterpaksaan yang dilakukan secara terus menerus akan jadi kebiasaan bukan?"
"Maksutnya?"
"Kalau aku memaksakan untuk terus menerus menyukai penulis itu, maka lama-kelamaan aku akan terbiasa menyukainya.."
"Oh, ya. Aku mengerti, tapi aku tidak yakin.."
"Keyakinan juga bisa dipaksa.."
"Hahaha, kamu bercanda saja. Bagaimana kita bis memaksa semua sekehendak hati kita saja?"
"Selama tidak ada yang tersakiti dalam keterpaksaan itu, kita masih bisa melakukannya.."
"Hmm.. Ya, aku mengerti. Lalu tentang penulis itu?"
"Dia punya hidupnya sendiri bukan, punya jalannya dan aku juga punya jalanku sendiri, tapi aku yakin akan ada jalan dimana kami bertemu lalu berjalan bersama menuju muara sungai ini...."
"Menuju hutan empat musim itu?"
"Tentu, dan kami mungkin akan tinggal disana.."
"Beruntungnya dia.."
"Kurasa kamulah yang lebih beruntung.."
"Kenapa?"
"Karena aku tau, kamulah penulisnya..!"
Lalu senjapun turun, diujung sungai gradasi membentuk warna jingga matahari terbenam sempurna kedalam sungai, sebuah siluet sempurna menutup senja. Haripun berlalu sesukanya.
23102016

Arah Dairi Kedepannya

                                                     Arah Kabupaten Dairi Kedepannya Sebagai penduduk Kabupaten Dairi yang sedang merantau, ...