Minggu, 28 Februari 2016

Hari Raya Nyepi Terakhir di Kotamu

Ada yang ingin kusampaikan padamu, untuk mengenang pertemuan terakhir kita musim itu, jalanan yang sunyi dan tenang, daun yang melambai dan angin sepoi.
Ya, pertemuan terakhir kita saat hari raya nyepi dikotamu, kita mencoba untuk ikut mencari arti untuk apa sebenarnya kita ada.
Aku menggenggam tanganmu dan kita menyusuri jalanan yang lengang, rasanya saat itu kita sedang menelusuri arah yang benar untuk bisa bersama.
Tetapi hidup adalah sebuah kekacauan yang berbentuk pola yang sangat kompleks, kita memang tidak memutuskan apa-apa, tetapi jalan kita berbeda.
Hingga dihari itu, hari yang sepi, hanya ada isak air matamu, hanya jerit tangismu yang tertahan menembus sunyi.
Kita terpisah di stasiun dengan kereta terakhir dan hari nyepi kali ini aku kekotamu, untuk mengenang isak tangiamu yang baru kusadari adalah itu adalah nada-nada indah saat aku menulis untuk mengenangmu...

Yang tertinggal di Tepian Danau Toba (Catatan Perjalanan)

Yang tertinggal di tepian Danau Toba
(Bukan Catatan Sentimental)

Awal bulan Pebruari 2016 aku melakukan tour backpacker Medan-Merek-Bukit Gundul-Sipisopiso-Tongging-Silalahi, sekitar tiga hari dua malam. Ada satu yang sangat menarik, keindahan alam sumatera utara dari puncak bukit gundul, memandang selintas dari arah timur hingga keselatan membentang Danau Toba dan Kota-kota kecil yang mengelilinginya, ada tiga kabupaten yang terlihat, Simalungun, Karo dan Dairi.
Sebelah selatan hingga barat, membentang jalinsum dari Merek menuju Sidikalang yang kalau malam hari tampak seperti untaian emas, Air terjun sipiso-piso yang terlihat seperti lembah kecil dan dikelilingi perladangan. Nun jauh, membentang bukit barisan dan yang paling menantang Delleng Sibuatan, gunung tertinggi sumater utara itu (2.497 mdpl) terlihat hijau gelap siap untuk didaki.
Berjalan mengitari puncak bukit gundul dengan ketinggian sekitar 1.900 mdpl akan membawa saya ke puncak gunung tsb dimana ada pilar dan bangunan pondok dari besi yang sudah rongsok. Keunikan bukit gundul adalah puncaknya yang ditumbuhi hutan hujan tropis dengan luas sekitar tiga hektar, jadi pilar gunung tersebut dikelilingi hutan lebat dengan diameter rata-rata pohon sekitar 50 cm. Berjalan terus mengikuti jalan setapak maka akan sampai ke arah utara dengan padang sabana dan beberapa pohon pinus. Jauh disana terlihat latar yang sangat indah, kabupaten karo. Gunung Sinabung, Kabanjahe, Berastagi hingga gunung Sibayak melengkapi pemandangan.
Paginya saya melanjutkan perjalanan ke Air terjun Sipiso-piso, tidak terlalu istimewa karena sudah sekian kali saya ke air teejun tersebut. Meskipun begitu keindahannya tetap memukau dan pemadangannya kearah danau tetap indah seperti dahulu.
Saya melanjutkan perjalanan ke Tongging menumpang sebuah Mobil pickup kosong yang akan membeli mangga dari arah Tongging, kebetulan saat itu sedang musim mangga. Mereka sepertinya ragu mendengar ceritaku bahwa aku seorang mahasiswa backpacker yang sedang melakukan perjalanan sendiri.
Diperjalanan membentang sebuah keindahan yang sempurna, lembah ditepian danau toba, sebuah kota kecil dengan beberapa penginapan. Tongging.
Entah mengapa, selalu ada nuansa tersendiri melihat pemandangan kota kecil yang terbingkai aliran sungai dan lahan pertanian, gereja yang selalu berada di tempat yang enak dipandang. Ada kenyamanan sendiri jika memandang tempat ini dari atas.
Saya sempatkan cuci muka dan mengobrol dengan seorang pemancing yang katanya datang dari tiga panah, sambil mengobrol saya menikmati stok makanan yang saya bawa.
Saat akan melanjutkan perjalanan menuju Paropo, saya disuruh pemancing tadi untuk ke jalan utama karena biasanya ada pemancing lain yang akan lewat kearah Paropo dan Silalahi. Saya menuruti sarannya meskipun aku terlebih dahulu menyusuri seluk beluk kota kecil ini, berjalan kesetiap sudut dan jalanannya dan satu yang sangat mengecewakan, kota kecil ini hampir tidak peduli dengan yang namanya kebersihan lingkungan.
Saya kembali ke jalan utama dan mulai berjalan kaki dan menumpang beberapa kendaraan yang lewat, rata-rata mereka mengacuhkanku, hingga seorang bapak yang membawa pancing dengan wajah cerah berhenti di depanku dan menanyakan kemana tujuanku, saat tahu aku seorang mahasiswa dia segera menaikkanku dan dalam mobil pickupnya dia bercerita bahwa anaknya juga adalah seorang mahasiswa pecinta alam yang saat ini kuliah di jurusan matematika, Universitas Katolik Parahyangan. Dia bercerita banyak ini itu, hingga kami sampai di Batu Horbo, wilayah yang sudah masuk kabupaten dairi itu, dia mengajakku untuk singgah sebentar untuk menikmati makanan sambil memancing. Saya ikut meski tidak cukup lama karena harus melanjutkan perjalanan.
Dari Batu Horbo hingga Paropo saya terpaksa berjalan kaki karena tidak ada yang berbaik hati memberikan tumpangan, meski begitu perjalanan sangat bermakna karena pemandangan dikiri kanan, sayangnya ada hal yang kurang enak, orang-orang memandangiku heran, sepertinya mereka belum terbiasa melihat seorang backpacker.
Di Paropo saya singgah di Rumah salah satu keluarga, untuk beristirahat dan mengisi perut sebelum akhirnya menuntaskan perjalanan hingga ke Silalahi, hampir saja saya berjalan kaki dari paropo ke Silalahi kalau seandainya tidak ada Anak komunitas Vespa yang dengan baik hati membawa saya hingga ke Silalahi.
Dari Silalahi, saya kembali hingga ke Merek menumpang pembeli ikan yang akan menuju merek, dari sana saya kembali ke Medan.

Catatan Perjalanan, 6-8 Februari 2016

Arah Dairi Kedepannya

                                                     Arah Kabupaten Dairi Kedepannya Sebagai penduduk Kabupaten Dairi yang sedang merantau, ...