Selasa, 27 Oktober 2015

Menulis Kenangan

Pernah suatu sore saya membaca sebuah novel yang adalah sebuah kisah nyata yang ditulis orang lain. Ceritanya sangat menarik, penulisnya seperti bisa menjiwai apa yang ditulisnya meskipun itu bukan pengalamannya sendiri dan ketika membacanya kita sendiri bisa masuk dalam cerita yang ditulisnya, pembaca seakan-akan menjadi tokoh utamanya. Novel itu menggunakan sudut pandang orang pertama (dan saya suka sudut pandang itu karena rasanya seperti pembaca sendirilah yang mengalaminya), juga menjelaskan hal secara detail sehingga bisa membayangkan bagaimana sebenarnya kejadian dan suasana yang terjadi di novel itu. Tetapi bukan itu sebenarnya yang ingin saya bahas, ketika saya membaca novel tersebut yang adalah sebuah kenangan dari seseorang dan diceritakan kepada temannya yang adalah penulis novel itu dan novel itu dibuat sebagaimana yang diharapkan yang empunya cerita, sebagaiman yang diharapkan para pembaca dan artinya secara umum adalah kenangannya punya nilai jual. Ini sebuah pandangan ekonomis meskipun sebenarnya bukan itu yang kita inginkan. Namun kita harus tahu, setiap kenangan punya nilai jual tersendiri, setiap catatan, setiap pengalaman, setiap apapun yang kita perbuat, hanya masalahnya bisakah kita mengelolanya? Mungkin anda ataupun saya adalah orang yang punya kenangan dan jika anda adalah seorang yang melankolis mungkin senang membuat catatan atau mengenang kenangan itu untuk diri anda sendiri, tetapi untuk mereka yang ekstrovert ataupun jenis keperibadiaan lainnya mungkin senang mengumar kenangannya dan selalu senang bercerita mengenai apapun yang pernah dialaminya. Tahukah anda, saat mendengarkan mereka menceritakan kenangannya itu adalah sebuah hal yang sangat menarik, rasanya seperti membaca novel bestseller apalagi sang pencerita adalah orang yang detail bercerita pasti anda akan selalu penasaran dibuatnya, hanya sayangnya orang-orang seperti ini biasanga agak susah kalau disuruh untuk menuliskan setiap kenangannya, jadi mungkin bisa diusahakan untuk merekam ataupun mengingat apapun yang diceritakannya, Berbeda dengan yang diatas, orang melankolis memang selalu identik dengan sentimentalnya, kau tahu kawan, salah satu hobiku adalah membaca catatan dari seorang yang melankolis, ya, catatan dear deary atau apapun itu (dan aku termasuk salah satu diantaranya dengan catatan untuk S di T ku). Tetapi sebenarnya tidak susah untuk mendengar sebuah cerita yang sesungguhnya dari seorang melankolis, kau hanya berusaha jadi orang yang dipercayainya dan dia akan menceritakan sampai pada air mata yang merembes dicatatan hariannya. Nah, sesudah itu tinggal minta ijin apakah diizinkan membuat tulisan daru kenangannya. Hanya saja sekarang sudah cukup susah, orang-orang sudah punya banyak kenangan, hahaha.. Bayangkan pada usia 21 tahun seperti saya ketika menulis artikel ini, banyak yang sudah punya kenangan mengenai pacaran lebih dari sepuluh kali, saya jadi bingung menulis kenangan yang mana apalagi jika harus membuat kenangan itu jadi sebuah novel, tetapi untuk sebuah cerpen mungkin bisa. Namun perlu saya tekankan, sebenarnya kenangan itu bukan hanya tentang cinta romantis, pacaran atau hal-hal lainnya yang berbau asmara, tetapi kenangan itu banyak, cobalah untuk mulai menulisnya, cobalah paling tidak kau bisa mengabadikan kenanganmu dalam tulisan karena saat kita sudah tidak ada, setidaknya kenangan kita masihbada dan kita hidup dalam kenangan itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arah Dairi Kedepannya

                                                     Arah Kabupaten Dairi Kedepannya Sebagai penduduk Kabupaten Dairi yang sedang merantau, ...