bayangkan jika dirimu adalah seorang pecundang yang tinggal
dalam ketakutan dan rasa kecewa yang menantang. jadi apakah hidup dijalan yg
terbentang? terlalu banyak dari kita dan juga dari mereka yang berpikir bahwa
hidup ini adalah soal rasa dan mereka berkata bahwa rasa itu adalah logika yang
kompleks, mereka sebenarnya sedang mencari aman untuk dirinya, takut waktu dan
suasana jadi musuhnya.
aku tidak berani menyatakan mereka pecundang, sebab aku
hampir sama buruknya dengan mereka. aku hanyalah pecundang yg mencoba
menyatukan logika dan rasa yang tidak ada titik temunya, aku mencoba menulis
cerita yg ternyata aku sendiri tidak menyukainya. jadi apa coba?
Akankah ada manusia yg tinggal dalam pikirannya, jadi raja
dalam otaknya, menguasai dan menghabiskan hari-hari untuk dirinya sendiri dan seterusnya dan seterusnya?
kurasa tidak!
kalau kita tidak lebih buruk dari pada seorang pecundang yang
berlagak jadi pahlawan, kalau kita tidak lebih berani dari pada pria yang
dikuasai alkohol
kita bahkan akan lebih buruk dari seonggok mayat yang akan
dikuburkan dalam keheningan, tanpa ada air mata, tidak ada rasa bahkan yang ada
hanyalah benci yang menginginkan kita segera pergi.
aku memang bukan seorang ateis, tetapi kadang aku menyukainya,
menyukai saat sendiri, mengikuti jejak yang hilang dan merenungi setiap kata
filosofi. kata itu indah meskipun kadang lebih identik untuk pemikiran dan
pemenangan sendiri. ya, aku tahu, karena aku mencoba untuk menebaknya, bahwa
sebenarnya para filsuf itu adalah manusia kesepian yg mencoba lari dari
kenyataan bahwa dia manusia, dan kita, termasuk anda dan saya yang menyukai
kata-katanya, merasa sangat bangga ketika mengutipnya.
apa boleh dikata?
mungkin semakin banyak kita membaca semakin banyak juga kata
yang berkuasa diotak kita dan kata-kataitu akan mengotak-atik pemikiran kita
sehingga semakin apatis juga kita terhadap sekeliling kita.
tetapi sebenarnya diatas semua itu, ada yang paling
pecundang menurutku ya, meski aku tidak sedang mengklasifikasikan para
pecundang tetapi pecundang sendirilah yang mengklasifikasikan dirinya.
aku menemukan banyak, mereka yang menganggap dirinya,
mengklaim kebaikannya. tetapi yang paling menyedihkan adalah diriku sendiri yang
mencoba seperti mereka, apa boleh dikata?
tuntutan menjadi manusia biasa lebih menyiksa dibangding
menjadi manusia yang sesungguhnya, banyak undang-undangnya. karena itulah lebih
banyak yang memilih jadi pecundang, tinggal dalam kemunafikan demi nama, demi
uang dan bahkan demi cinta dan wanita.
kategori pecundang, tidak akan mungkin hilang, mereka pria yang
mudah berkata-kata tentang segalanya, wanita yang tergila-gila akan kata-kata
dan harta, tetapi aku juga hampir sama dengan mereka karena aku iri kepada
mereka.
jadi apalagi?
rasanya terlalu lelah aku berpikir sendiri, terlalu lama aku
mencari masalah yang tidak berarti kalau ternyata kalau ada dalam diriku
sendiri tetapi tidak mungkin aku tinggal dalam pengasingan diri atau menuntut
pemikiranku terpenuhi karena kebodohan
itu akan tetap jadi kebodohan dan pemikir akan tetap jadi orang yang dianggap
bodoh, orang yang munafik terhadap kenyataan.
karena itu biarlah aku tinggal dalam pemikiranku,
mengingkari apa kata hatiku tetapi mengikuti logika yang tercipta dengan sejuta
kemungkinannya, aku akan menafikkan rasa yang ada dalam jiwa. biarlah cinta dengan
cintanya sendiri, aku akan menikmati pagi dengan caraku sendiri. aku tidak
takut kehilangan apa-apa karena memang aku tidak punya apa-apa, aku akan pergi
meskipun aku tidak tahu kemana aku pergi tetapi aku sudah punya jalan yg pasti
dan biarkan aku sendiri menikmati senja yang datang nanti. biarlah mereka
menilaiku pecundang, tetapi mereka harus tahu bahwa aku lebih pecundang dari yang
mereka katakan.
tidak ada yang perlu dipertanyakan atau diperdebatkan karena
sebenarnya aku mengingkari hatiku dengan pemikiranku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar