Banyak pemikir, banyak juga yang dipikirkan. Banyak ahli,
semakin banyak keahlian. Hanya sayangnya, pemikir bertemu pemikir, ahli berbagi
dengan ahli saja. Dan disanalah konfliknya.
Saya memang senang membaca tulisan dari orang yang pemikiran
dan pendidikannya tidak perlu diragukan, biasanya kalau tidak ilmiah, idealis,
motivasi, filosofis bahkan opini yang realistis.
Hanya saja, ketika melihat orang-orang yang membacanya
hampir tidak ada generasi muda. Ya, yang membaca adalah orang-orang yang seusia
dengan penulisnya atau bahkan lebih tua, sehingga yang bertambah itu pastilah
pengetahuan yang membaca. Sedangkan generasi muda, pikirannya asik dicekcoki
dengan hal berbau asmara dan pencarian jati diri.
Padahal, mereka yang ahli dan pemikir itu akan segera tua
dan tertelan usia, tidak mungkin kita tidak melanjutkan pemikirannya kalau kita
tetap asik dengan massanger dan media sosial lainnya.
Memang membaca itu susah sekali rasanya, apalagi membaca
sebuah buku yang tidak masuk akal kita, tetapi kalau membaca pesan yang masuk
di smartphone, tidak usah ditanya, sebentar saja kita sudah mengecek dan
langsung membalasnya.
Dulu, aku juga bukanlah orang yang suka membaca, tetapi ada komik yang sering kubolak balik dan lama kelamaan aku suka ceritanya. Dan mungkin itulah awalnya, dari komik, berlanjut ke cerita, artikel, opini dan kini aku sudah menyukai bacaan berat seperti novel dan filsafat. Tidak gampang memang memulai kesenangan membaca itu, tetapi guru SMAku pernah berkata, meskipun aku tidak tahu dia mengutipnya dari siapa, bahwa keterpaksaan yang dilakukan terus menerus akan menjadi kebiasaan. Begitulah memang, untuk memulainya kita perlu mengawali membaca apa yang kita suka, lalu perlahan mencoba yang kurang disukai, yakinlah semakin lama kita akan menyukai semuanya.
Meskipun begitu, saya juga sebenarnya kurang setuju bukan
hanya kepada orang muda yang hampir tidak peduli dengan sekitarnya dan
idealismenya yang hampir hilang karena pengetahuan dan minat membaca yang
hampir tidak ada, karena saat pemikir dan orang yang idealis menyampaikan
pemikiran dan opini mereka kepada mereka-mereka juga. Artinya disini adalah
terbentuknya kelompok yang berbeda, kelompok pemikir yang ahli dan punya
wawasan luas itu dengan kelompoknya dan generasi muda dengan masa mudanya.
Jadi mungkin perlu komunikasi diantara mereka yang ahli dan
sarat pengalaman itu dengan generasi muda tidak hanya dalam kuliah dan seminar
saja, tetapi dalam talkshow atau bahkan hal lainnya yang bersifat informal.
Hanya saja memang sangat susah menjumpai mereka-mereka itu,
harus membuat janji, menulis surat atau bahkan tidak punya waktu yang tersisa
untuk bincang-bincang kecuali dalam acara yang resmi saja.
Kalau begitu apa yang
harus dilakukan?
Mungkin generasi muda harus punya inisiatif sendiri,
beruntung kalau kita bisa bicara panjang lebar dengan profesor misalnya, atau
dengan seorang filsuf, tokoh agama, sastrawan atau mereka-mereka yang
pemikirannya selalu dipertimbangkan.
Kalau tidak, ya rajin-rajinlah keperpustakaan, baca buku
sebanyak-banyaknya atau cobalah googling di internet.
Karena memang untuk bisa melakukan apa yang kita harapkan,
kita butuh sinkronisasi, butuh kerjasama, kalau pemikir dan ahli hanya dengan
mereka sendiri dan kita dengan kita sendiri, beginilah jadinya.
Mereka melakukan ini itu, membuat artikel yang sangat bagus,
opini yang realistis dan terbaru, tetapi kalau hanya mereka saja yang
membacanya, apa yang terjadi?
Mungkin kita sudah bisa mencoba mengawalinya, memulai
membaca, mendengarkan oranglain berbicara menyampaikan pemikirannya, karena ada
saatnya juga kita menyampaikan pikiran kita. Meskipun kadang ada yang tidak
pintar berbicara, dia bisa menulisnya dan kita semua membacanya, dan yang
penting kita bisa saling terbuka karena kami yang muda adalah orang yang belum
terkontrol pikirannya, apa jadinya kalau generasi berikutnya hanya jadi
generasi instan tanpa pemikiran dan wawasan yang luas?